Pendahuluan
Penggunaan bahasa oleh
penutur bahasa, bermakna dan mengacu pada suatu peristiwa, tindakan, benda, dan
keadaan. Penutur bahasa selalu menggunakan bahasa dalam menyampaikan pikiran
dan gagasan yang mengiringi tindakannya. Demikian halnya dalam pengungkapan peristiwa
budaya dan semua aspek kehidupan, penutur bahasa menggunakan potensi bahasa. Bahasa
dapat merefleksikan warna budaya suatu komunitas masyarakat. Oleh karena itu,
eksistensi suatu bahasa sering dihubungkan dengan eksistensi budaya. Suatu hal
yang bersifat universal bahwa kebudayaan merupakan hasil hubungan manusia dengan
alamnya yang dilatarbelakangi oleh adat kebiasaan setempat. Kajian bahasa untuk
memperoleh pemahaman budaya penuturnya berawal dari asumsi bahwa bahasa
berkaitan erat dengan budaya penuturnya. Dengan asumsi tersebut, bahasa bisa
menjadi penambah jalan untuk membuka cakrawala terhadap budaya tertentu (Aji,
2010:87). Sistem yang dimiliki oleh setiap suku bangsa memiliki kekhasan
tersendiri sebagai sistem pola hidup seperti bahasa, religi, sosial dan mata
pencaharian. Beberapa nama makhluk, benda, aktivitas, dan peristiwa dapat
ditelusuri asal-usul penamaannya. Dasar penamaan menurut Chaer (1995:43) dasar
penamaan tersebut adalah peniruan bunyi, maksudnya pemberian nama pada makhluk,
benda, aktivitas, dan peristiwa tersebut dibentuk berdasarkan bunyi dari benda
atau suara yang ditimbulkan oleh benda tersebut. Misalnya, binatang sejenis
reptil kecil yang melata di dinding disebut cicak karena bunyinya “cak, cak,
cak”. Di samping itu dasar penamaan adalah keserupaan, maksudnya pemberian nama
pada makhluk, benda, aktivitas, dan peristiwa itu dapat dilakukan melalui
keserupaan benda tersebut, seperti: kue terang bulan, permen payung, permen
kelereng dan sebagainya. Selanjutnya dasar penamaan adalah tempat asal,
maksudnya pemberian nama pada makhluk, benda, aktivitas, dan peristiwa itu
dapat dilakukan melalui tempat di mana benda tersebut ditemukan, seperti: jeruk
bali, petis madura, dan asam jawa. Makanan dan jajanan tradisional merupakan pangan
khas dari nenek moyang dan biasanya digunakan untuk acara atau tradisi. Makanan
tradisional disebut juga sebagai makanan pasar karena makanan tradisional pada waktu
dulu banyak dijumpai di pasar-pasar tradisional. Pada zaman modern, pasar tidak
hanya menjual makanan tradisional, melainkan banyak makanan dan jajanan modern
antara lain: rainbowcake, quick chiken, hot dog, dan pizza. Makanan dan jajanan
tradisional sekarang jarang sekali ditemukan, karena adanya perubahan zaman. Sebagian
masyarakat menganggap makanan dan jajanan tradisional adalah panganan yang
sudah ketinggalan zaman, sehingga makanan dan jajanan tradisional tersebut banyak
yang ditinggalkan oleh masyarakat, dan mulai beralih pada kehidupan modern.
Padahal makanan dan jajanan tradisional sendiri adalah salah satu bentuk wujud warisan
nenek moyang yang seharusnya tetap dijaga dan dilestarikan dari generasi penerus.
Mengenai istilah makanan tradisional masuk dalam bidang makanan tradisional
karena memiliki makna yang sesuai dengan bidangnya.
Penelitian ini membahas
tentang pemakaian istilah-istilah Tiwul sebagai makanan tradisional pada
masyarakat di Kecamatan Ringinarum. Kajian linguistik yang digunakan adalah
kajian etnolinguistik, yaitu subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa
dalam kaitannya dengan faktor-faktor etnis (Soeparno, 2002:25). Etnolinguistik
adalah cabang linguistik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat
pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai tulisan (KBBI, 2001:309). Dari
fenomena-fenomena tersebut penulis beranggapan bahwa penelitian mengenai
pemakaian istilah Tiwul sebagai makanan tradisional pada masyarakat di Kecamatan
Ringinarum sangat menarik dan perlu untuk dikaji. Selain itu, makanan
tradisional juga mengandung beragam keunikan di bidang etnolinguistik. Mengacu
pada fenomena yang telah dikemukakan di atas, maka perlu dirumuskan masalah,
agar penelitian ini mengarah dan mengena pada tujuan.
1) Apa saja istilah Tiwul sebagai makanan tradisional
pada masyarakat di Kecamatan Ringinarum?
2) Bagaimanakah deskripsi hubungan istilah makanan
dan jajanan tradisional dengan tradisi pada masyarakat di Kecamatan Ringinarum?
Sesuai dengan permasalahan yang ada, tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk istilah dalam
Tiwul sebagai makanan tradisional pada masyarakat di Kecamatan Ringinarum, kemudian
mendeskripsikan hubungan istilah makanan dan jajanan tradisional dengan tradisi
pada masyarakat di Kecamatan Ringinarum.
Tinjauan
Pustaka
Tiwul merupakan makanan
yang berbahan dasar singkong. Makanan ini awalnya hanya dibuat oleh masyarakat
suku jawa dengan memanfaatkan tanaman singkong yang tidak layak jual. Mereka
memanfaatkannya dengan membuatnya sebuah makanan yang enak dan ada khasiatnya.
Nasi Tiwul adalah
makanan pokok pengganti nasi beras yang dibuat dari ketela pohon atau singkong.
Penduduk Pegunungan Kidul (Pacitan, Wonogiri, Gunung Kidul) dikenal mengonsumsi
jenis makanan ini sehari-hari. Tiwul dibuat dari gaplek. Sebagai makanan pokok,
kandungan kalorinya lebih rendah daripada beras namun cukup memenuhi sebagai
bahan makanan pengganti beras. Tiwul dipercaya mencegah penyakit maag, perut
keroncongan, dan lain sebagainya. Tiwul pernah digunakan untuk makanan pokok
sebagian penduduk Indonesia pada masa penjajahan Jepang. Memang tiwul terkesan
sebagai makanan NDESO, tapi tidak untuk sekarang. Namun Tiwul sudah tersebar
diseluruh tanah air Indonesia dan setiap daerah mempunyai ciri khas Tiwul
tersendiri. Tiwul merupakan makanan pengganti beras karena masyarakat Indonesia
saat itu tidak sempat untuk bercocok tanam apalagi harus bertani. Tidak heran
jika di seluruh daerah terutama di daerah jawa terdapat makanan tradisional
yang berupa Tiwul.
Metode penelitian
digunakan untuk membimbing peneliti menuju pemecahan masalah. Metode penelitian
yang dilaksanakan oleh peneliti terdiri dari beberapa tahapan. Menurut Sudaryanto
(1993:3) ada tiga tahapan yaitu, a) tahap penyediaan data, b) tahap analisis
data, dan c) tahap penyajian hasil analisis data. Metode yang digunakan dalam
tahap penyediaan data, yaitu metode observasi dan metode cakap. Metode cakap
(wawancara) teknik dasarnya adalah teknik pancing, maksudnya peneliti harus
dengan segenap kecerdikan dan kemampuannya mememancing seseorang atau beberapa
orang untuk berbicara, dan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan
(Sudaryanto, 1988:7). Dalam teknik sadap ini peneliti mendapatkan data dengan
menyadap penggunaan bahasa tuturan yang terjadi antarmasyarakat dan diikuti dengan
teknik lanjutan. Teknik lanjutan metode cakap adalah teknik cakap semuka (CS),
teknik rekam, dan teknik catat. Tahap yang kedua adalah tahap analisis data
yaitu metode deskriptif. Hasil dari analisis ini akan menjadi deskripsi jawaban
dari masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu tentang pemakaian
istilah makanan dan jajanan tradisional pada masyarakat di Kecamatan Ringinarum.
Selain itu, juga menggunakan metode padan. Dalam penelitian ini menggunakan
teknik dasar berupa teknik Pilah Unsur Penentu (PUP) dan yang digunakan hanya
teknik padan referensial. Teknik padan referensial digunakan untuk membagi
satuan lingual kata dan frasa menjadi berbagai jenis dan fungsi untuk makna
leksikal. Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah tahap penyajian analisis
data. Metode penyajian hasil analisis data ada dua, yaitu metode formal dan
informal (Sudaryanto, 1993:145). Metode formal adalah perumusan dengan tanda
atau lambang-lambang atau an artificial language. Tanda yang dimaksud adalah
kurung kurawal ({...}), kurung siku ([...]), kurung biasa ((...)), dan tanda kurung
miring (/.../). Metode informal adalah penyajian hasil analisis data dengan
menggunakan kata-kata biasa atau melalui susunan kalimat yang disebut dengan
natural language (Sudaryanto, 1993:145). Berdasarkan uraian singkat tersebut,
hasil analisis data penelitian ini dipaparkan dengan menggunakan metode
penyajian formal dan informal dengan teknik natural language serta artificial
language yaitu dianalisis dengan menggunakan rangkaian kata-kata biasa dan penggunaan
lambang tertentu.
Pembahasan
Tiwul sebagai makanan
tradisional pada masyarakat di Kecamatan Ringinarum. Istilah makanan
tradisional dalam penelitian ini diantaranya dapat berupa kata, frasa yang memiliki
makna. Data tersebut kemudian dianalisis berdasarkan hal yang menjadi acuan
serta konteks yang disertai referen. Hal tersebut untuk mengetahui beberapa
istilah makanan tradisional atau nama-nama makanan tradisional menurut klasifikasinya.
Adapun contoh istilah makanan dan jajanan tradisional yang peneliti temukan. terdapat pula contoh lain yang dapat peneliti
jelaskan yaitu berupa kata dan frasa. Berikut istilah-istilah makanan dan
jajanan tradisional dalam bentuk kata yang peneliti temukan. Frasa merupakan
satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi
sintaksis dalam kalimat. Istilah makanan dan jajanan tradisional juga terdapat
yang berbentuk frasa. Berikut istilah-istilah makanan dan jajanan dalam bentuk
frasa yang peneliti temukan.
Dasar penamaan makanan
dan jajanan tradisional di antaranya ada yang berdasarkan bahan yang digunakan,
proses pembuatannya, sifat benda, peniruan bunyi, dan keserupaan benda lain
yang menyerupai wujud benda tersebut. Adapun contoh istilah makanan dan jajanan
tradisional yang peneliti temukan sebagi berikut.. Penjelasan beberapa istilah
makanan dan jajanan tradisional tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Istilah
Tiwul adalah panganan yang dibuat dari singkong, berbentuk bulat-bulat kecil,
dicampur gula merah dan dikukus, dimakan dengan parutan kelapa. Bahan yang
digunakan Tiwul dalam istilah jajanan tradisional adalah sebagai berikut:
Gaplek dan Tiwul. Istilah Tiwul tersebut termasuk kata benda. Hal itu dapat
dibuktikan dengan menambahkan kata yang/ sing (Jawa) + kata sifat, sehingga
bentuknya menjadi Anang nggodog Tiwul sing manis. Jadi, istilah Tiwul tersebut
dapat dikategorikan sebagai kata benda. Penamaan Tiwul tersebut berdasarkan
bentuknya bulat kecil dan bertabur dengan parutan kelapa, sehingga jajanan
tersebut dinamakan Tiwul.
Ketela pohon , atau
yang lebih dikenal dengan Singkong atau ubi kayu, merupakan pohon tahunan
tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Singkong merupakan umbi
atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 5-10 cm dan
panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis yang ditanam. Daging umbinya berwarna
putih atau kekuning-kuningan. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna
biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia.
Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya serat dan karbohidrat namun
miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong
karena mengandung asam amino metionin. Umbi akar singkong banyak mengandung
glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis, ada pula yang pahit
tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam sianida.
Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi
akar yang masih segar, dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit.
Pada jenis singkong yang manis, proses pemasakan sangat diperlukan untuk
menurunkan kadar racunnya.
Dari umbi ini dapat
pula dibuat tepung tapioka. Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon
atau ubi kayu secara ilmiah mempunyai klasifikasi:
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Malpighiales
Famili: Euphorbiaceae
Upafamili: Crotonoideae
Bangsa: Manihoteae
Genus: Manihot
Spesies: Manihot
esculenta
Dalam bahasa daerah di
Indonesia antara lain dinamakan :
• Jawa : tela, pohong
• Sunda : sampeu
• Madura : sabreng,
tela belada
• Papua : pangala
• Aceh : ubi kayee
• Makassar : lame kayu
Dalam bahasa asing
dinamakan:
• Inggris : cassava
• Malaysia : ubi kayu
• Filipina : kamoteng
kahoy, balanghoy
• Thailand : sampalang
• Vietnam : củ sắn,
khoai mì
• Srilanka : manioc
• India : kappa
• China : mushu
• Brazil : mandioca,
aipim, macaxera
• Afrika-Swahili :
mogo, mihogo
a. Singkong Manggu
Singkong manggu berasal
dari Jawa Barat yang telah dikenal sejak lama dan mempunyai diameter batang 4 –
5 cm. Jenis singkong yang satu ini bisa dikonsumsi karena mempunyai rasa yang
enak, manis, dan dapat diolah menjadi beragam makanan. Singkong manggu mudah
ditanam, mudah dikupas, dagingnya empuk, dan renyah serta mempunyai kadar pati
yang tinggi.
b. Singkong Kuning atau
Singkong Mentega
Singkong ini mempunyai
tekstur lebih kenya dan legit serta warna yang kuning. Masakan yang dibuat
menggunakan singkong ini mempunyai warna yang cantik dan menggugah selera.
Singkong kuning sering dibuat menjadi tape singkong dengan rasa yang manis dan
warna kuning yang cantik.
c. Singkong Gajah
Singkong ini berasal
dari Kalimantan Timur dan mempunyai umbi yang besar dengan diameter 8 cm.
Ketela yang satu ini bisa dikonsumsi dan mempunyai rasa yang gurih seperti
mengandung mentega. Singkong ini dijadikan tepung dan bahan baku bioetanol.
Singkong gajah memiliki umbi yang berat, mudah ditanam, dan bisa langsung
dikonsumsi sebagai bahan makanan pengganti beras dengan rasa ketan.
d. Singkong Putih
Singkong putih memiliki
tekstur yang lebih keras dan warna yang putih. Singkong yang satu ini cocok
untuk aneka resep yang memakai teknik rebus atau kukus seperti kolak singkong,
sup singkong daging, dan lain sebagainya.
e. Singkong Mukibat
Singkong mukibat
berasal dari Jawa Timur yang ditemukan oleh Mukibat, seorang petani di desa
Ngadiluwih, Kediri. Singkong mukibat merupakan hasil dari okulasi atau
penyambungan antarbatang. Mukibat pertama kali membudidayakan singkong ini dengan
cara menyambung singkong biasa dengan singkong karet. Biasanya, umbi singkong
mukibat diambil patinya untuk diolah sebagai bioetanol.
f. Singkong Emas
Jenis singkong ini
merupakan rekayasa bibit singkong dari Thailand yang dikawinkan dengan singkong
karet lokal. Umbi ini pertama kali diperkenalkan di Bengkulu dan ditanam oleh
petani Bengkulu. Umbi singkong emas ini bisa diolah pabrikasi menjadi beragam
produk jadi seperti tepung terigu, minyak kompor, spirtus, bahan pembuat jamu
hingga pakan ternak.
a. Alat dan Bahan
1. Singkong
2. Bak (berukuran agak
besar tergantung banyaknya singkong yang akan diginakan)
3. Alat pemeras
singkong
4. Wadah (misal karung)
5. Lumpang (alat penumbuk
sederhana) dan kayu penumbuk
6. Irik
b. Cara Pembuatan
1. Mula-mula kupas
terlabih dahulu singkong yang akan digunakan.
2. Jemur hingga kering
3. Setelah singkong
kering, kemudian singkong derendam didalam bak selama kurang lebih sehari
semalam
4. Setelah singkong
direndam selama kurang lebih sehari semalam, kemudian singkong dimasukkan
kedalam karung dan ditiriskan dengan cara di tekan dengan alat pemeras tiwul
terlebih dahulu
5. Tumbuk sedikit demi
sedikit singkong hingga halus yang telah ditiriskan dengan menggunakan lumpang
sederhana
6. Setelah ditumbuk
sampai halus, kemudian dibuat butiran kecil-kecil dengan cara menekan sambil
menggoyangkan tangan diatas irik bambu, sehingga terbantuklah butiran-butiran
kecil
7. Kemudian dijemur
setengah kering
8. Dan tiwul siap untuk
diolah.
Menurut klasifikasinya
serta asal-usul dan hubungan makanan dan jajanan tradisional dengan tradisi yang
ada di masyarakat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Tradisi atau upacara
merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan. Kebudayaan adalah warisan sosial
yang hanya dimiliki oleh warga masyarakat pendukungnya dengan jalan
mempelajarinya (Purwadi, 2005:1). Ada cara atau mekanisme tertentu dalam tiap masyarakat
untuk memaksa tiap warganya mempelajari kebudayaan yang didalamnya terkandung
norma-norma serta nilai kehidupan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat
yang bersangkutan. Tradisi mengandung nilai filsafat yang tinggi dengan
menggunakan berbagai makanan dan jajanan tradisional yang berbeda-beda dengan suatu
harapan yang baik. Masyarakat Ringinarum merupakan masyarakat multikultural,
multientik, dan multibahasa. Penduduk Ringinarum beragam. Mayoritas adalah Suku
Jawa yang cukup signifikan, serta terdapat minoritas Suku lainnya. Suku Jawa
merupakan penduduk asli Kecamatan Ringinarum dan bisa dianggap sebagai sebuah
sub-suku dari suku Jawa. Mereka menggunakan BO, yang dikenal sebagai salah satu
ragam tertua. Dalam kondisi yang demikian, masyarakat di Kecamatan Ringinarum
dapat digolongkan dalam masyarakat campuran. Dalam hal ini, akan membawa dampak
pada kondisi kebahasaannya, dari masing-masing bahasa tersebut memiliki variasi
yang berbeda-beda. Bukan hanya dalam kebahasaan saja, tetapi memilki tradisi
atau upacara yang bervariasi. Masyarakat di Kecamatan Ringinarum memiliki beberapa
bentuk tradisi yang dilakukan sampai sekarang, khususnya pada masyarakat yang
berdomisili di Kecamatan Ringinarum. Tradisi yang ada di Kecamatan Ringinarum tersebut
diantaranya: Tradisi pindah rumah (rumah baru), tradisi lamaran (meminang),
tradisi perkawinan, tradisi bersih desa.
a. Nutrition and You
pernah menulis bahwa singkong memiliki jumlah kalori dua kali lipat dari
kentang. Tak heran mengingat singkong merupakan salah satu makanan pokok yang
kaya akan karbohidrat. Dalam 100 gram singkong, mengandung 160 kalori, sebagian
besar terdiri dari sukrosa.
b. Singkong merupakan
sumber vitamin B kompleks dan kelompok vitamin seperti folates, thiamin,
piridoksin (vitamin B-6), riboflavin, dan asam pantotenat. Peran riboflavin ini
membantu pertumbuhan tubuh dan memproduksi sel darah merah untuk mengurangi
anemia.
c. Singkong juga
memiliki kandungan protein yang tinggi dibandingkan ubi, kentang dan pisang.
Tentu ini cocok bagi Anda yang sedang berlatih daya tahan otot.
d. Singkong mengandung
banyak mineral penting bagi tubuh, diantaranya seng, magnesium, tembaga, dan
besi. Bahkan jumlah kalium pada singkong cukup memenuhi kebutuhan tubuh.
e. Mengobati berbagai
penyakit antara lain reumatik, demam, luka, diare, cacingan, sakit kepala
bahkan meningkatkan stamina.
Penutup
Tiwul merupakan makanan
yang berbahan dasar singkong. Makanan ini awalnya hanya dibuat oleh masyarakat
suku jawa dengan memanfaatkan tanaman singkong yang tidak layak jual. Mereka
memanfaatkannya dengan membuatnya sebuah makanan yang enak dan ada khasiatnya. Di masa penjajahan Jepang dahulu, nasi
yang berasal dari tanaman singkong merupakan suatu kemewahan tersendiri.
Kalangan rakyat kebanyakan mengganti nasi dengan bahan dari singkong yang
disebut dengan nasi tiwul. Namun tidak hanya saat penjajahan, nasi tiwul ini
masih menjadi makanan pokok di beberapa daerah seperti Gunungkidul karena
sulitnya menanam padi di daerah tersebut. Nasi tiwul mempunyai rasa tersendiri
yang khas dan berbeda dari nasi putih pada umumnya, dan cocok untuk dimakan
sebagai selingan bagi Anda yang ingin variasi
Di masa sekarang
makanan tradisional yang bernama Tiwul kini sudah jarang dibuat oleh masyarakat
jaman sekarang. Namun di suatu desa yang sulit mendapatkan makanan pokok yang
berupa nasi dan masih mengandalkan makanan nasi tiwul sebagai makanan pokok. Alangkah
baiknya jika di setiap daerah terutama masyarakat jawa lebih melestarikan
makanan tradisional yang bernama tiwul ini. Karena tiwul memang berbentuk
seperti itu saja dan menjadi kurang diminati oleh anak muda jaman sekarang.
Padahal tiwul merupakan jajanan yang terbilang sehat dan tanpa bahan pengawet.
Tiwul akan lebih di minati oleh kalangan muda jika diperkenalkan sejak
dini. Bisa diperkenalkan lewat sekolahan
atau suatu tradisi yang ada di desanya. Jika dari segi pengenalan yang baik
maka akan berkembang menjadi sesuatu yang lebih kreatif dan inovatis sehingga
makanan tradisional ini tidak tersapu oleh majunya jaman.
Chaer, A. 1995.
Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Keraf, G. 1980.
Komposisi. Ende: Nusa Indah.
Artikel cara pembuatan
nasi tiwul dan jenis-jenis singkong
TIWUL SEBAGAI MAKANAN
KHAS INDONESIA _ eraanjarwati
Mengupas Tentang Tiwul,
Makanan Khas Gunungkidul _bonus resep cara membuatnya_ _ Aneka Resep dan Cara
Masak ™
Purwadi. 1990. Pedoman
Umum Pembentuk Istilah. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
v
BalasHapus