RUMAH ADAT JAWA TENGAH
Rumah Joglo
merupakan salah satu peninggalan nenek moyang kita yang terdahulu dimana
yang didirikan pada tahun 1835 ini merupakan saksi sejarah perjuangan bangsa
Indonesia. Dimasa awal pendiriannya, Joglo disebut juga dengan bangunan
dengan Soko Guru dan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya, rumah
Joglo berasal dari daerah Propinsi Jawa Tengah dan fungsi yang lebih menonjol
adalah sebagai tempat musyawarah masalah kenegaraan dan menyusun strategi dalam
melawan Belanda. Pada saat clash II di Yogyakarta, menjadi markas besar tentara
pelajar (TP) seluruh Jogjakarta di bawah pimpinan Kapten Martono (Menteri
Transmigrasi masa pemerintahan presiden Soeharto).
Joglo Kelor
merupakan joglo terbaik se-Kabupaten Sleman. Hal ini terlihat dari
bagian-bagiannya yang lebih lengkap dan masih asli. Menurut pandangan
metafisika, rumah joglo ini memiliki energi spiritual yang dapat dirasakan
dalam radius ± 100 meter. Secara Resmi, Joglo Kelor menjadi obyek wisata pada
bulan oktober 2002. Beberapa waktu lalu, sebuah Sepeda (yang dipakai oleh
Kapten Martono) dan Lampu Gantung (yang digunakan untuk penerangan dalam
rapat-rapat TP), di pindahkan dari Joglo ke Benteng Vredeburg.
Rumah Tua
(Joglo) banyak ditemukan dalam kondisi kurang terawat, mungkin puluhan tahun
sudah tak tersentuh pemeliharaan. Meskipun, beberapa masih dipakai sebagai
tempat tinggal, namun sebagian lagi bertahun-tahun berupa rumah kosong. Hanya
sedikit dari rumah joglo dalam kondisi terawat. Sebagian besar rumah joglo
diperoleh dari daerah pesisir pantai Utara Jawa sekitar Demak – Kudus.
Rumah Joglo
ini kebanyakan hanya dimiliki oleh mereka yang mampu. Hal ini disebabkan rumah
bentuk joglo membutuhkan bahan bangunan yang lebih banyak dan mahal dari pada rumah
bentuk yang lain. Masyarakat jawa pada masa lampau menganggap bahwa rumah joglo
tidak boleh dimiliki oleh orang kebanyakan, tetapi rumah joglo hanya
diperkenankan untuk rumah kaum bangsawan, istana raja, dan pangeran, serta
orang yang terpandang atau dihormati oleh sesamanya saja. Dewasa ini rumah
joglo digunakan oleh segenap lapisan masyarakat dan juga untuk berbagai fungsi
lain, seperti gedung pertemuan dan kantor-kantor.
Arsitektur
tradisional Jawa harus dilihat sebagai totalitas pernyataan hidup yang bertolak
dari tata krama meletakkan diri, norma dan tata nilai manusia Jawa dengan
segala kondisi alam lingkungannya. Arsitektur ini pada galibnya menampilkan
karya “swadaya dalam kebersamaan” yang secara arif memanfaatkan setiap potensi
dan sumber daya setempat serta menciptakan keselarasan yang harmonis antara
“jagad cilik” (mikrokosmos) dan “jagad gedhe” (makrokosmos).
Pada
dasarnya, rumah bentuk joglo berdenah bujur sangkar. Pada mulanya bentuk ini
mempunyai empat pokok tiang di tengah yang di sebut saka guru, dan digunakan
blandar bersusun yang di sebut tumpangsari. Blandar tumpangsari ini bersusun ke
atas, makin ke atas makin melebar. Jadi awalnya hanya berupa bagian tengah dari
rumah bentuk joglo zaman sekarang. Perkembangan selanjutnya, diberikan
tambahan-tambahan pada bagian-bagian samping, sehingga tiang di tambah menurut
kebutuhan. Selain itu bentuk denah juga mengalami perubahan menurut
penambahannya. Perubahan-perubahan tadi ada yang hanya bersifat sekedar
tambahan biasa, tetapi ada juga yang bersifat perubahan konstruksi.
Komentar:
Rumah adat khas Jawa Tengah dikenal dengan nama rumah Joglo. Rumah ini biasanya
membutuhkan lahan yang luas untuk pembangunannya. Sebagian besar, rumah model
ini membutuhkan banyak kayu seperti kayu jati, sengon, dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar